Forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia VII turut membahas isu pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai pemilu dan pilkada lebih banyak menimbulkan mafsadah ketimbang maslahatnya.
“Penyelenggaraan pemilihan kepala daerah yang berlaku saat ini dinilai lebih besar mafsadahnya daripada maslahatnya,” ujar Ketua Fatwa MUI Asrorum Niam Soleh di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Kamis (11/11/2021).
Dia menyebutkan beberapa mafsadah yang ditimbulkan, antara lain menajamnya konflik horizontal di tengah masyarakat. Selain itu, dampak lain dari pilkada ialah adanya disharmoni, mengancam integrasi nasional, dan merusak moral akibat adanya politik uang.
Dalam forum ini, MUI juga mengeluarkan beberapa panduan untuk pemilu dan pilkada di Indonesia. Berikut ini sejumlah ketentuannya
Dilaksanakan dengan langsung, bebas, jujur, adil, dan rahasia;
Pilihan didasarkan atas keimanan, ketakwaan kepada Allah SWT, kejujuran, amanah, kompetensi, dan integritas;
Bebas dari suap (risywah), politik uang (money politic), kecurangan (khida’), korupsi (ghulul), oligarki, dinasti politik, dan hal-hal yang terlarang secara syar’i.
MUI juga menyinggung soal masa jabatan kepemimpinan. MUI menyatakan masa jabatan kepemimpinan maksimal dua kali wajib diikuti.
“Pembatasan masa jabatan kepemimpinan maksimum dua kali sebagaimana diatur dalam Konstitusi dan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku wajib untuk diikuti guna mewujudkan kemaslahatan serta mencegah mafsadah,” ujar Niam.
Dilihat di KBBI, mafsadah berarti kerusakan, kebinasaan, atau akibat buruk yang menimpa seseorang (kelompok) karena perbuatan atau tindakan pelanggaran hukum. Sedangkan maslahat diartikan sebagai sesuatu yang mendatangkan kebaikan (keselamatan dan sebagainya); faedah; guna.
(bpro)