Harga beberapa bahan makanan naik lebih dari 10 persen menjelang akhir tahun ini. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai kenaikan harga itu tidak wajar. Pemangku kepentingan diminta melakukan operasi pasar dan penyelidikan terkait dugaan permainan kartel.
Sehari setelah Natal, Minggu (26/12/2021), harga beberapa bahan makanan pokok masih tinggi di beberapa pasar, seperti cabai rawit merah, telur ayam, dan minyak goreng.
Kenaikan harga cabai rawit menjadi perhatian Wakil Wali Kota Tangerang Selatan Pilar Saga Ichsan. Pekan kemarin, ia melakukan inspeksi pasar di dua lokasi, yakni Pasar Serpong dan Pasar Modern BSD, Serpong. Kegiatan dilakukan untuk mengecek harga pangan yang diadukan masyarakat.
”Saya beserta jajaran menemukan beberapa harga pangan naik, yang signifikan adalah cabai mercon (cabai rawit domba),” kata Pilar, dikutip dari keterangan tertulis Humas Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
Harga cabai rawit mercon yang dimaksud mencapai Rp120.000 per kilogram. Harga itu mengalami kenaikan Rp10.000 per hari. Cabai rawit biasa naik sampai Rp90.000 dari normalnya Rp30.000.
Selain cabai rawit mercon, kenaikan harga juga ditemui pada cabai keriting, minyak sayur, daging ayam, beras curah, dan telur. Sementara beberapa bahan pokok lainnya juga mengalami kenaikan, tetapi masih terjangkau.
Pilar mengakui hal ini memang sering terjadi akibat curah hujan yang meningkat di akhir tahun. Namun, kenaikan harga juga diakibatkan adanya kenaikan yang dipatok oleh penyuplai. Ini menyebabkan pedagang harus menaikkan harga bahan makanan tersebut.
”Dengan fakta ini, pemerintah akan berusaha membuat kebijakan, menyiapkan stok bahan tersebut agar nantinya harga tetap bisa stabil,” katanya.
Dalam menanggapi lonjakan harga beberapa bahan makanan, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai, operasi pasar oleh pemerintah daerah atau Kementerian Perdagangan saja tidak cukup.
Pemangku kebijakan lainnya, seperti kepolisian hingga Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), juga perlu terlibat mengawasi hingga menelusuri dugaan penimbunan dan kartelisasi bahan pangan. Hal ini diperkirakan dari kenaikan harga tidak wajar, khususnya di wilayah Pulau Jawa.
”Saya kira kenaikan beberapa bahan pokok di masa Natal dan Tahun Baru kali ini bukan karena momen ini sendiri. Kenaikan harga biasanya di bawah 10 persen, tapi sekarang tinggi sekali. Saya kira, momen akhir tahun kali ini hanya dijadikan kedok saja untuk menaikkan harga secara ugal-ugalan dan mendistorsi pasar dan supply chain bahan pangan,” ujarnya dikutip dari Kompas, Selasa (28/12/2021).
Kecurigaan adanya permainan harga di pasar menguat karena situasi pandemi yang melonggar tidak seharusnya mengganggu rantai distribusi dan permintaan barang yang bisa memengaruhi harga.
”Pandemi lagi menurun, tentu harapan kita enggak ada kenaikan kasus lagi, jadi logikanya distribusi lancar, sektor riil produktif, dan harga kebutuhan barang pokok makin terjangkau oleh konsumen,” pungkas Tulus. (bpro)