Seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) menggugat presidential threshold atau ambang batas mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden agar menjadi 0 persen ke Mahkamah Konstitusi (MK). ASN tersebut bernama Ikhwan Mansyur Situmeang dari Kramatjati, Jakarta Timur.
“Menyatakan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” demikian permohonan pemohon yang dipublikasi MK, dikutip bantenpro.id Kamis (06/01/2022).
Gugatan ini daftarkan secara online ke MK pada 3 Januari 2022. Pasal 222 yang diminta dihapus itu berbunyi Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.
“Kita dituntut makin arif memahami kondisi objektif tempat dan waktu hukum itu diterapkan. Dalam Pilpres 2019, pemilih tidak mendapatkan calon alternatif terbaik dan masyarakat mengalami polarisasi yang merupakan alasan faktual dan aktual agar MK memutuskan presidential threshold tidak membawa manfaat, tetapi justru mudarat,” ujar Ikhwan dikutip dari detikcom.
Menurut Ikhwan, mudaratnya presidential threshold tidak boleh dianggap enteng. Sebab, kata Ikhwan, presidential threshold memengaruhi masa depan demokrasi Indonesia.
“Membiarkan ketentuan presidential threshold berarti kita membiarkan diri tercengkeram politik oligarki. Maka, kendati ditolak berkali-kali oleh MK, tidak menyurutkan semangat pemohon untuk mengajukan penghapusan presidential threshold. Bukan semata kepentingan pemohon selaku perseorangan, melainkan kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional masyarakat selaku kelompok orang yang juga mempunyai kepentinan sama yang mendambakan keterpilihan pemimpin yang amanah dalam pemilu yang jujur dan adil,” ujar Ikhwan. (bpro)