Gempa bumi bermagnitudo 6,6 di laut Barat Daya Sumur, Jumat (14/01/2022) pukul 16.05, merusak lebih dari 1.699 bangunan di Kabupaten Pandeglang. Buruknya konstruksi bangunan memperparah kerusakan.
“Kami meyakini data jumlah rumah rusak itu bertambah,” ucap Kepala BPBD Kabupaten Pandeglang Girgi Jantoro pada Sabtu (15/01/2021), diberitakan Antara.
Menurut pengumpulan data hingga 23.00 WIB, ada 1.699 rumah rusak yang tersebar di 28 kecamatan dan 123 desa. Sebanyak 992 rumah rusak ringan, 408 rumah rusak sedang, dan 299 rumah rusak berat.
Selain itu disampaikan juga terdapat kerusakan 15 gedung sekolah, 14 puskesmas, tiga kantor desa, tiga tempat usaha warga, dan empat masjid. Jika konstruksi bangunan yang buruk tak segera dibenahi, kegagapan mitigasi di lokasi yang disebut penduduk setempat sebagai ”urat bumi” itu berpotensi menyebabkan dampak lebih besar
Dilansir dari Kompas, Koordinator Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMB) Badan Geologi Supartoyo mengatakan, kerusakan bangunan akibat gempa di Pandeglang dan sekitarnya lebih didominasi oleh efek guncangan gempa. Oleh sebab itu, mitigasi dengan menerapkan bangunan tahan gempa menjadi salah satu kunci untuk meminimalkan dampaknya.
”Tanpa balok ring dan kolom struktur, bangunan tersebut bersifat non-engineering sehingga rentan rusak diguncang gempa,” ujarnya.
Supartoyo menyebutkan, sebutan ”urat bumi” oleh masyarakat setempat bukan mengacu pada jalur sesar di kawasan itu. Sebab, sumber gempa di sana lebih didominasi di laut.
”Bisa jadi itu untuk mendefenisikan jalur kerusakan dari gempa-gempa sebelumnya. Hal inilah yang penting diantisipasi agar kerusakan lebih besar dapat dihindari,” jelasnya.
Di samping masih banyaknya bangunan yang belum menerapkan konstruksi tahan gempa, upaya mengedukasi mitigasi sejak dini juga dibutuhkan.
Meskipun tak menyebabkan korban jiwa, gempa yang mengguncang Pandeglang dan sekitarnya jangan sampai dianggap remeh. Apalagi, hingga saat ini, gempa belum bisa diprediksi kapan akan terjadi. Tanpa mitigasi, gempa hanya tinggal menunggu waktu untuk berdampak lebih merusak dan menelan korban lebih besar.
Saat diguncang gempa, Sabtu pagi, puluhan siswa Madrasah Ibtidaiyah Citangkil, Desa Tangkilsari, Cimanggu, langsung bergegas berlari menuju halaman sekolah.
”Tiba-tiba bergetar, bunyi kaca pecah, tiang listrik goyang. Kami semua lari ke halaman sekolah. Guru bilang jangan di dalam kelas,” ujar Daren (10), siswa kelas IV.
Edi Suaedi, salah satu guru, menyebutkan, guru dan siswa spontan lari keluar kelas karena takut bangunan roboh. Pada 2019, pascatsunami Selat Sunda 2018, pernah berlangsung pelatihan dan penyuluhan tanggap bencana di Kantor Desa Tangkilsari.
Kegiatan berlangsung selama lima hari untuk mengedukasi siswa tentang evakuasi, simulasi, dan penanggulangan bencana.
Selain di Pandeglang, gempa juga merusak sejumlah bangunan di Kabupaten Lebak dan Serang. Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) Banten Nana Suryana mengatakan, masyarakat yang rumahnya rusak akibat gempa mengungsi ke rumah kerabat.
”Kami belum membuka tenda pengungsian karena masyarakat masih memilih untuk menetap di rumah saudaranya,” katanya.
Nana menyebutkan tidak ada korban jiwa akibat gempa tersebut. Namun, beberapa warga terluka dan dalam perawatan. (bpro)