Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara telah resmi disahkan kemarin. Pemerintah memberi nama ibu kota negara baru dengan sebutan ‘Nusantara’.
Salah satu yang menjadi sorotan dalam proyek pembangunan Nusantara yakni mobilisasi aparatur sipil negara (ASN). Sebagaimana diketahui, kantor pemerintahan akan dipindahkan ke ibu kota negara baru sehingga ASN mau tak mau harus ikut pindah.
Lantas, bagaimana mekanisme pemindahannya? Dikutip dari laman resmi ikn.go.id, pemindahan ASN ke ibu kota negara baru dilakukan secara bertahap dalam kurun waktu 5 tahun.
“Dimulai pada 2023– 2027, dengan proporsi kurang lebih 20 persen di tiap tahunnya atau kurang lebih 25.500 orang per tahun,” demikian penjelasan lama resmi IKN.
Pemindahan ASN ke IKN dilakukan secara bertahap dengan menentukan kementerian/lembaga yang akan dipindahkan terlebih dahulu. Dengan demikian, diharapkan 20 persen ASN sudah siap bekerja di ibu kota negara baru ketika presiden dan wakil presiden pindah pada 2024.
“Sehingga ketika presiden RI dan wapres RI pindah ke IKN Baru pada 2024, sebanyak 20 persen ASN di tahap pertama sudah siap beroperasi di IKN,” lanjut siaran pers IKN.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/ Kepala Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan bahwa tak semua ASN dipindahkan ke ibu kota baru.
Kebijakan tak memindahkan seluruh ASN ke Kalimantan Timur merupakan satu dari dua alternatif yang telah disusun Bappenas. Dua alternatif tersebut antara lain memindahkan ASN keseluruhan dan memindahkan ASN dengan metode persebaran (spread out).
Kendati tidak dipindahkan ke Kaltim, ASN mungkin saja akan dipindahkan ke kota-kota lain sesuai tanggung jawab dan posisi pekerjaannya di pemerintahan. Adapun Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN) mengatur bahwa pemerintah pusat dapat menentukan lembaga-lembaga pemerintah yang tidak ikut pindah ke wilayah ibu kota negara baru.
Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 21 Ayat (3) draf RUU IKN.
“Pemerintah Pusat dapat menentukan Lembaga Pemerintah Nonkementerian, Lembaga Nonstruktural, lembaga pemerintah lainnya, dan aparatur sipil negara yang tidak dipindahkan kedudukannya ke wilayah IKN,” demikian bunyi Pasal 21 Ayat (3) UU IKN.
Pasal 21 secara umum mengatur pemindahan kedudukan lembaga negara, perwakilan negara asing, dan perwakilan organisasi/lembaga internasional ke IKN.
Pasal 21 Ayat (1) RUU IKN menyatakan, seluruh lembaga negara secara resmi berpindah kedudukannya dan mulai menjalankan tugas, fungsi, dan perannya di IKN pada tanggal diundangkannya peraturan presiden tentang pemindahan status Ibu Kota Negara dari DKI Jakarta ke IKN.
Pada Pasal 21 Ayat (2), disebutkan bahwa pemindahan kedudukan tersebut dilakukan secara bertahap berdasarkan Rencana Induk IKN. Sementara, pemindahan perwakilan negara asing dan perwakilan organisasi/kembaga internasional akan didasari pada kesanggupan masing-masing sebagaimana tercantum pada Pasal 21 Ayat (4) UU IKN.
“Perwakilan negara asing dan perwakilan organisasi/lembaga internasional akan berkedudukan di IKN […] berdasarkan kesanggupan dari masing-masing perwakilan negara asing dan perwakilan organisasi/lembaga internasional tersebut,” demikian bunyi Pasal 21 Ayat (4) UU IKN.
Selanjutnya, ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahan lembaga negara, perwakilan negara asing, dan perwakilan organisasi/lembaga internasional akan diatur dengan peraturan presiden.
Mengenai rencana ini, Staf Ahli Kepala Bappenas Bidang Sektor Unggulan dan Infrastruktur Velix Vernando mengatakan, kantor presiden dan wakil presiden akan dipindah di tahap paling awal. Menyusul selanjutnya sejumlah kementerian dan lembaga beserta ASN-nya.
Adapun pemindahan tahap paling awal ini akan diikuti oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), dan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) yang menjadi strategic public office dalam pemerintahan.
Nantinya, ibu kota negara baru akan menerapkan konsep otorita atau daerah khusus. Dengan konsep tersebut, Nusantara bakal dipimpin oleh kepala otorita yang berkedudukan setingkat menteri. (bpro)