Untuk mencegah terjadinya kejahatan yang dilakukan oleh anak, diperlukan ruang bebas berekspresi guna menyalurkan kreativitas anak pada masa pencarian jati diri. Dengan demikian, kreativitas anak yang sedang bergejolak itu dapat disalurkan kepada hal yang positif.
Hal ini disampaikan Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi pada acara Ngobrol Pintar Isu di Tengah Masyarakat (Ngopi Item) yang diselenggarakan Kelompok Kerja Wartawan Harian Tangerang Raya di Mal @ Alam Sutera, Jumat (15/04/2022).
Menurut Seto, komunikasi pada lingkup keluarga juga sangat dibutuhkan sebagai bentuk hak dengar keinginan anak dalam keluarga tersebut. Sehingga anak merasa dekat dengan keluarga dan orangtua dapat mengawasi anaknya dengan mudah.
“Mungkin kita mengacu pada satu impian bangsa ini, pemerintah sudah mencanangkan program Indonesia Layak Anak (Idola) dan kemudian dirangsang ke tingkat kota, kabupaten yang layak anak, kemudian kecamatan layak anak, RW layak anak, RT layak anak, hingga keluarga layak anak,” kata Seto.
Acara juga dihadiri Kepala Polres Metro Tangerang Kota Komisaris Besar Komarudin dan Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tangerang Abdullah Talib.
Pada kesempatan itu, Komarudin menyayangkan masih terjadinya kejahatan jalanan yang dilakukan oleh anak. Karenanya, ia mendorong pemerintah daerah untuk menjadikan kotanya sebagai kota layak anak.
“Tolak ukur kita bukan lagi berapa banyak yang kami amankan (anak-anak yang terlibat dalam tindakan kejahatan), tapi seberapa mampu kita mencegah,” kata Komarudin.
Ia berujar, penanganan jangka pendek perlu dilakukan. Mengingat, fenomena kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak makin kerap terjadi dan modusnya semakin beragam. Mulai dari penggunaan media sosial (medsos) hingga game online menjadi pemicu kejahatan yang dilakukan anak pada dunia nyata.
Karenanya, kata Komarudin, perlu adanya peranan seluruh elemen masyarakat untuk membimbing pembentukan karakter anak-anak.
Sementara Wakil Ketua MUI Kota Tangerang Abdullah Thalib mengimbau, agar anak-anak mampu menjaga diri ditengah era digitalisasi yang sangat pesat. Jangan sampai menjadi korban culture shock atau belum siap menerima digitalisasi sehingga dapat menimbulkan penyimpangan-penyimpangan sosial yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.
“Setiap dosa-dosa yang dibuat anak itu akan dilimpahkan ke orangtuanya. Maka ini dasarnya adalah orangtua sebagai pendidik awal atas karunia yang telah Allah titipkan. Tebarkanlah kasih sayang, maka engkau akan mendapatkan kasih sayang,” ujarnya. (mst/bpro)