‘Jalur siluman’ Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA/SMK negeri di Banten diduga tidak gratis. Ada sejumlah uang yang harus dibayar calon siswa baru agar bisa diterima di sekolah pilihannya.
Ombudsman Republik Indonesia menemukan jalur tak resmi PPDB tahun ajaran 2021/2022 itu membuat daya tampung siswa di sekolah membengkak dari kuota yang telah ditetapkan.
Seorang pelajar salah satu sekolah menengah kejuruan di Kota Tangerang mengakui adanya biaya untuk jalur tak resmi PPDB. Saat musim PPDB tahun-tahun sebelumnya, pelajar yang minta namanya dirahasiakan itu mengaku membayar Rp5 juta sehingga dia bisa diterima di sekolah negeri pilihannya. Uang langsung diserahkan kepada kepala sekolah. Tanpa tanda terima.
Dia terpaksa membayar karena tak memenuhi syarat diterima dari empat jalur PPDB yang ditetapkan pemerintah. Untuk diketahui, empat jalur resmi PPDB yang ditetapkan pemerintah antara lain jalur prestasi, jalur zonasi, jalur afirmasi dan jalur perpindahan orang tua.
“Jadi dulu melalui perantara dahulu yang berhubungan dengan kepala sekolah. Sempat negosiasi, tapi harganya tetap diminta Rp5 juta,” kata pelajar tersebut kepada bantenpro.id.
Minimnya SMK negeri yang menyediakan jurusan sesuai keinginannya menjadi alasan utamanya untuk rela mengeluarkan uang jutaan rupiah.
“Untuk sekolah di swasta harus bayar lagi per bulannya, jadi mending bayar Rp5 juta yang penting bisa masuk dulu di negeri,” paparnya.
Menurutnya, bukan dirinya saja yang dapat diterima masuk lewat jalur tidak resmi PPDB itu. Beberapa temannya pun melakukan hal yang sama. Bahkan sejumlah temannya membayar dengan harga yang lebih tinggi darinya.
“Karena kan saya pakai perantara jadi bisa cuma 5 juta, kalau yang lain enggak pakai perantara itu ada yang 7 juta, ada juga yang sampai 10 juta,” ujarnya.
Sebelumnya, Ombudsman RI Perwakilan Banten mengungkap ada hampir 4.000 siswa SMA/SMK negeri di Banten yang diterima masuk melalui jalur tak resmi PPDB. Hal ini menyebabkan membengkaknya daya tampung siswa di sekolah.
Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Ombudsman RI Perwakilan Banten Zainal Muttaqin mengatakan, praktik tersebut menyalahi regulasi Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
“Ada pihak-pihak yang merasa dengan kekuasaannya, pengaruhnya bentuk massa, uang itu minta (kursi di sekolah negeri),” kata Zainal kepada bantenpro.id, Senin (23/05/2022).
Jalur masuk sekolah negeri yang telah diatur dalam Permendikbudristek Nomor 1 Tahun 2021 yakni jalur prestasi, zonasi, afirmasi, dan perpindahan tugas orang tua.
“Siswa yang tidak bisa diterima atau tidak mendaftar melalui PPDB yang sudah disahkan, akhirnya melalui jalur-jalur yang lain yang tidak resmi,” jelasnya.
Ombudsman menyebut, praktik itu bakal mempengaruhi efektivitas proses belajar mengajar di sekolah. Sebab, bakal terjadi kelebihan kapasitas ruang sekolah yang bakal menyulitkan pengajar dalam memberikan materi dan mengontrol perilaku murid.
Tak hanya itu, suasana di ruang kelas juga akan dirasa tidak nyaman lantaran kelebihan penghuni. Hal itu juga dinilai Ombudsman telah melanggar Permendikbudristek Nomor 22 tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Dalam aturan tersebut, maksimal satu ruang kelas dihuni hanya 36 murid saja.
“Kita bayangkan bisa sampai 45 hingga 50 (murid dalam satu kelas), tidak hanya guru yang kesulitan mengontrol, tapi ruangan kelas juga enggak nyaman. Jadi siswa belajar enggak optimal,” paparnya. (mst/bpro)