Polisi mengungkap dugaan korupsi pengadaan lahan Stasiun Peralihan Akhir (SPA) Sampah Kabupaten Serang. Kepala desa hingga kepala dinas menjadi tersangka dan kini ditahan.
Mereka adalah mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Serang Sri Budi Prihasto, Kepala Bidang Persampahan dan Pertamanan DLH Kabupaten Serang Toto Mujianto selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan tersebut, Camat Petir Asep Herdiana dan Kepala Desa Nagara Padang Toto Efendi.
Penetapan tersangka terhadap pengadaan lahan yang dananya bersumber dari APBD Kabupaten Serang ini dilakukan setelah penyidik menerima hasil audit kerugian negara. Berdasarkan hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Banten pengadaan lahan SPA merugikan negara Rp1,017 miliar.
Kepala Bidang Humas Polda Banten Shinto Silitonga menjelaskan modus yang dilakukan para tersangka dalam kasus ini yaitu memalsukan Surat Keputusan Bupati Serang Nomor 539 tanggal 11 Mei 2020 untuk pengadaan lahan SPA yang mulanya di Desa Mekarbaru.
“Namun karena ada penolakan warga, kemudian lokasi diubah ke Desa Negara Padang Kecamatan Petir, Kabupaten Serang dengan menggunakan SK Bupati yang sama,” kata Shinto dalam keterangan resminya yang diterima bantenpro.id, Senin (30/05/2022).
Transaksi jual beli tanah pun terjadi. Tanah seluas 2.561 meter persegi bersertifikat hak milik atas nama Ajali pun dibeli oleh pemerintah dengan total Rp330 juta. Pembayaran pun tidak dilakukan langsung dengan pembeli. Melainkan ditransfer terlebih dahulu ke rekening Kepala Desa Negara Padang.
“Padahal dibayarkan oleh Pemda Serang sebesar Rp526.213 per meter persegi, sehingga harga keseluruhan tanah 2.561 meter persegi untuk lahan SPA tersebut sebesar Rp1.347 miliar dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp1.017 miliar lebih,” katanya.
Keempat tersangka dijerat pasal 2 ayat (1) jo pasal 3 jo pasal 12 huruf i UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana 4 sampai 20 tahun penjara dan denda Rp200 juta sampai Rp1 miliar.
“Adapun barang bukti yang telah dilakukan penyitaan oleh penyidik berupa dokumen-dokumen terkait pengadaan lahan, bukti pengiriman uang dan juga penyitaan uang hasil kejahatan dari para tersangka senilai Rp300 juta,” tandasnya. (mst/bpro)