bantenpro.id – Selama 29 tahun berjalan, Situ Cipondoh dikelola oleh PT Griya Tritunggal Paksi. Pemerintah Provinsi Banten menilai perusahaan swasta tersebut gagal mengelola.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Banten Arlan Marzan mengatakan, Pemprov Banten bakal melayangkan somasi kepada PT Griya Tritunggal Paksi pemilik Hak Guna Bangunan (HGB) Situ Cipondoh. Arlan menilai, perusahaan tersebut gagal mengelola situ.
Menurut Arlan, kegagalan pengelolaan dilihat dari adanya pungutan liar terhadap pedagang yang mendirikan tempat usaha di sempadan situ. Karenanya, somasi itu dilakukan guna mendorong dicabutnya hak yang dimiliki PT Griya Tritunggal Paksi atas Situ Cipondoh dengan segera meskipun masa berlaku hak masih sampai 2023.
“Untuk mendorong pencabutan hak pengelolaan (yang dimiliki swasta) karena tidak melaksanakan tugas-tugasnya seperti menjaga kelestarian Situ Cipondoh,” kata Arlan kepada bantenpro.id, Kamis (18/08/2022).
PT Griya Tritunggal Paksi memiliki sertifikat HGB Nomor 6587/Cipondoh dengan luas 1.261.757 meter persegi. Semuanya berawal saat Pemerintah Provinsi Jawa Barat saat itu bekerja sama dengan PT Griya Tritunggal Paksi dalam mengelola wisata di Situ Cipondoh. Sertifikat HGB atas nama PT Griya Tritunggal Paksi kemudian sempat dijadikan agunan ke PT Sinar Mas Multi Finance, perusahaan yang bergerak di bidang jasa usaha pembiayaan sewa guna usaha. Nilai gadainya sebesar 15 juta Dolar Amerika atau Rp180 miliar.
Pemprov Banten berencana mengambil alih pengelolaan situ tersebut. Rencana ini ditunjukkan dengan berjalannya proyek revitalisasi Situ Cipondoh. Arlan menyebut, proyek revitalisasi Situ Cipondoh itu bakal rampung pada Desember 2022 mendatang. Nantinya, akan ada pasar terapung di Situ Cipondoh yang diperuntukan bagi pedagang yang tadinya berjualan di sempadan situ. Pasar terapung itu akan terdiri dari 60 kios.
“Akan ada retribusi yang dipungut oleh pemerintah berdasarkan peraturan gubernur yang mengaturnya. Nanti hitungannya meter persegi,” jelasnya.
Sementara salah seorang pedagang yang enggan disebut namanya mengaku telah mengetahui rencana pembangunan pasar apung itu. Ia mengaku senang dengan rencana ini. Selain mendapat tempat dagang yang lebih strategis, dia tidak akan lagi dibebani oleh pungutan liar yang setiap hari datang.
“Ya senang, kita difasilitasi, masih bisa berdagang, terus juga enggak ada pungutan liar. Kalau pemerintah yang kelola, pungutan jelas, dari masyarakat untuk masyarakat juga, enggak ke kantong pribadi,” kata seorang pedagang.
Dia mengatakan, meskipun proyek revitalisasi Situ Cipondoh telah berjalan, pungutan liar masih datang tiap harinya. Setiap bulannya pedagang mengeluarkan uang Rp500 ribu untuk satu lapak. Tak hanya itu, ada salaran harian senilai Rp10 ribu. Total pungutan setiap bulannya bisa mencapai Rp800 ribu.
“Masih berjalan salarannya, sewa tempat tiap bulannya masih, hariannya masih, dan itu wajib. Warung lagi sepi juga tetap dimintain,” kata dia.
Sebagai informasi, pengelolaan Situ Cipondoh ini pernah menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Temuan itu tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Banten tahun 2013.
Selain temuan sertifikat yang digadaikan, BPK juga menemukan fakta lahan Situ Cipondoh dengan sertifikat Hak Pengelolaan Nomor 1 Tahun 1996 itu tumpang tindih dengan 16 bidang tanah dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) seluas 28.921 meter persegi.
Saat itu BPK menilai, keberadaan sertifikat yang tumpang tindih dengan aset milik Pemprov Banten itu menimbulkan potensi hilangnya barang milik daerah melalui penyerobotan aset. (mst/bpro)