bantenpro.id – Mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dinyatakan bebas bersyarat pada Selasa (06/09/2022) pagi tadi. Atut bisa pulang ke rumah lebih cepat empat tahun dari masa hukuman seharusnya dijalani sampai 8 Juli 2026.
Atut ditahan sejak 20 Desember 2013 karena kasus korupsi yang menjeratnya. Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) II Wanita Tangerang Yekti Apriyanti mengatakan, Atut bebas setelah menjalani masa hukuman penjara selama 9 tahun.
“Kita kan sudah keluar UU Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, jadi dia sudah berhak pembebasan bersyarat di setengah masa pidananya. Bahkan setengah masa pidananya sudah lewat jauh,” kata Yekti kepada bantenpro.id, Selasa (06/09/2022).
Kendati demikian, Atut belum seutuhnya bebas murni. Dia masih harus wajib lapor dan bimbingan ke Balai Pemasyarakatan (Bapas) Serang. Hal itu menjadi persyaratan yang wajib dilakukan Atut saat menjalani program bebas bersyarat. Pagi tadi, Atut juga telah dikirim ke Balai Pemasyarakatan Serang untuk mengurus pembebasan bersyaratnya.
“Dia (Atut) hari ini segera dibebaskan dalam menjalani program integrasi pembebasan bersyarat,” jelas Yekti.
Sejak dinyatakan bebas bersyarat mulai hari ini, Atut tetap melakukan wajib lapor ke Balai Pemasyarakatan sampai 8 Juli 2026.
Yekti menuturkan, selama menjalani hidup di lapas, Atut telah mendapatkan remisi sebanyak dua kali. Total remisi yang didapat sebanyak 8 bulan.
“Remisinya di 2021 dan di 2022. Totalnya 8 bulan,” jelas Yekti.
Untuk diketahui, pembebasan bersyarat diatur dalam Pasal 15 dan 16 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. Di mana, pembebasan bersyarat yaitu kebebasan yang diberikan kepada narapidana yang telah melaksanakan 2/3 hukumannya.
Dengan adanya pembebasan bersyarat, tidak berarti narapidana telah terbebas sepenuhnya dari kewajiban hukum. Adapun, beberapa syarat yang harus dipenuhi selama setahun masa pengawasannya yakni penerima hak bebas bersyarat tidak boleh bepergian ke luar negeri tanpa izin dan wajib memenuhi tata tertib selama menjadi klien pemasyarakatan.
Kepala Bapas Serang Cipto Edy mengatakan, ada dua ketentuan yang harus diikuti Atut selama menjalani masa bebas bersyarat.
“Tidak boleh meresahkan masyarakat, wajib lapor, dan tidak boleh berpindah alamat tempat tinggal,” kata Cipto kepada bantenpro.id, (Selasa (06/09/2022).
Selain itu, Atut juga tidak bisa leluasa untuk melakukan perjalanan luar negeri sampai masa bebas bersyaratnya usai. Atut diperbolehkan ke luar negeri bila untuk keperluan beribadah, berobat dan mengurus warisan.
“Dan itu harus atas izin Menteri Hukum dan Hak Asasi Mmanusia (Menkumham),” jelasnya.
Pembebasan bersyarat bisa dicabut dan dibatalkan jika penerima hak bebas bersyarat melanggar persyaratan.
Untuk diketahui, Ratu Atut Chosiyah dipenjara karena dua kasus yang menjeratnya. Yakni kasus suap Pilkada Lebak di Mahkamah Konstitusi dan kasus korupsi pengadaan alat kesehatan Provinsi Banten.
Pada kasus suap pilkada, Atut semula dihukum 4 tahun penjara pada vonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi 1 September 2014. Di tingkat kasasi, Mahkamah Agung (MA) memperberat hukuman Ratu Atut menjadi 7 tahun penjara. Ia sebelumnya ditahan sejak 20 Desember 2013. Dari kasus ini dia semestinya selesai menjalani masa tahanan pada 20 Desember 2020.
Tetapi masa tahanan Atut bertambah karena kasus korupsi pengadaan alat kesehatan. Pada sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi 20 Juni 2017, dia terbukti bersalah pada kasus korupsi pengadaan alat kesehatan Provinsi Banten tahun anggaran 2012 dan pemerasan terhadap empat kepala dinas di Pemprov Banten. Karena kasus ini, Atut divonis 5 tahun 6 bulan.
Karenanya, setelah selesai menjalani masa hukuman kasus suap yakni sampai 20 Desember 2020, Atut kemudian melanjutkan masa hukuman kasus korupsi alat kesehatan selama 5,5 tahun.
Karena kasusnya itu hak politik ‘Ibu Gede’ –biasa Atut disapa rakyatnya– dicabut. Dia tak memiliki hak dipilih atau memilih dalam pemilihan umum, pemilihan presiden ataupun pemilihan kepala daerah. (mst/bpro)