bantenpro.id – Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Tangerang telah memulai proses Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) 2022. Data regsosek akan menjadi acuan pemerintah pusat untuk penanganan masalah sosial ekonomi.
Kepala BPS Kota Tangerang Muladi Widastomo mengatakan pendataan Regsosek adalah pengumpulan data seluruh penduduk yang terdiri atas profil, kondisi sosial, ekonomi, dan tingkat kesejahteraan.
Sejatinya pemerintah sudah memiliki beragam data sosial. Salah satunya, data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) milik Kementerian Sosial (Kemensos). Kemudian Pemerintah Kota Tangerang memiliki data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).
Namun, data tersebut dinilai belum akurat. Nantinya, data data tersebut akan digantikan oleh data hasil regsosek ini. Kegiatan ini sekaligus untuk mewujudkan satu data Indonesia (SDI). Registrasi itu dilakukan sejak 15 Oktober sampai 14 November 2022.
Sebanyak 3.156 relawan dikerahkan untuk melakukan pendataan Regsosek penduduk di Kota Tangerang. Masing-masing petugas dibebankan mendata sebanyak 250 sampai 300 responden.
Ribuan petugas itu tersebar di wilayah tingkat RT yang disebut sebagai Satuan Lingkungan Setempat (SLS).
Di pekan pertama, pendataan sudah menyentuh 25 persen dari jumlah penduduk di Kota Tangerang.
“Rata-rata sudah 25 persen sudah tercapai targetnya, mudah-mudahan sampai 14 November nanti sudah tercapai 100 persen,” kata Muladi kepada bantenpro.id, Rabu (26/10/2022).
Pendataan itu dilakukan petugas secara door to door dengan memberikan lembaran kuesioner kepada responden.
Terdapat delapan indikator dalam kuesioner Regsosek, yakni kondisi sosio-ekonomi demografis, kepemilikan aset, kondisi sanitasi air bersih, kondisi perumahan, kondisi kerentanan kelompok penduduk khusus, informasi geospasial, tingkat kesejahteraan dan informasi sosial lainnya.
Dalam melakukan pendataan, petugas mengalami sejumlah kendala. Kesulitan pertama ialah saat petugas melakukan pendataan di kawasan perumahan elit.
“Kebanyakan kan yang tinggal di kawasan elit itu pekerja, dan sulit untuk ditemui, seandainya ada di rumah, mereka menolak untuk didata” kata Muladi.
Kendala lainnya, kata Muladi, banyak masyarakat yang menolak untuk diminta menunjukan Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk didata.
“Jadi banyak masyarakat yang berpikiran NIK itu privasi, tapi di dalam sensus NIK itu diperlukan untuk dilakukan pendataan,” kata Muladi.
Padahal menurut Muladi, pendataan Regsosek itu bukan hanya untuk menjadi acuan program perlindungan sosial oleh pemerintah dalam mendistribusikan bantuan. Melainkan juga mencakup aspek lainnya seperti pendataan korban bencana alam.
Karenanya, Muladi berharap agar masyarakat dapat kooperatif saat dilakukan pendataan oleh petugas.
“Ya semoga masyarakat bisa mengerti betapa pentingnya registrasi ini, sebab registrasi sosial ekonomi ini juga untuk memperbaharui Data Terpadu Kesejahteraann Sosial (DTKS) tahun 2015 yang selama ini digunakan pemerintah dalam mendistribusikan bantuan sosial” jelasnya. (mst/bpro)