Waspada Potensi Bencana Hingga Maret, Termasuk Banten

bantenpro.id

BANTENPRO.ID, JAKARTA – Ini peringatan dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Masyarakat diimbau untuk meningkatkan kewaspadaan dalam menghadapi bencana. Pasalnya potensi bencana dimungkinkan masih terjadi hingga Maret 2021, terlebih dengan risiko yang multi, baik dari aspek cuaca, iklim, gempa hingga tsunami.

“Sampai Maret masih ada potensi multi risiko, tapi untuk hidrometeorologi puncaknya pada Januari-Februari. Tapi seiring dengan itu, potensi kegempaan juga meningkat, mohon kewaspadaan masyarakat,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, dikutip bantenpro.id dari situs resmi setkab.go.id, Minggu (17/01/2021).

Sejak Oktober 2020, BMKG telah mengeluarkan informasi potensi bencana bersamaan dengan prakiraan musim hujan. Bahkan sejak awal Januari 2021, sejumlah daerah mengalami bencana banjir dan tanah longsor akibat peningkatan curah hujan.

Saat ini juga sudah memasuki puncak musim hujan sehingga patut diwaspadai peningkatan potensi bencana hidrometeorologi.

“Januari-Februari memasuki puncak musim hujan karena itu perlu ditingkatkan kewaspadaan terhadap bencana hidrometeorologi,” kata kata Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim Dodo Gunawan.

Berdasarkan data BMKG pada Dasarian III Januari 2021 terdapat daerah dengan potensi banjir menengah yaitu Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi tenggara, Maluku, dan Papua.

BMKG memprakirakan pada periode 16-21 Januari 2021 potensi hujan lebat dengan intensitas sedang-lebat terdapat di wilayah, Aceh, Sumatra Utara, Jambi, Sumatra Selatan, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, dan Papua

Pada tujuh hari ke depan juga terdapat prospek pertumbuhan awan konvektif (Cumulonimbus) bercampur dengan awan konvektif lainya dengan tingkat kerapatan Occasional (OCNL) sekitar 50-75 persen di atas wilayah Aceh dan Sumatra Utara, Samudra Hindia sebelah barat Sumatra, Sumatra Selatan, Lampung, sebagian besar Pulau Jawa, perairan selatan Pulau Jawa, NTB, NTT, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, dan Laut Jawa. Perairan Selat Makassar, sebagian besar Sulawesi, Laut Sulawesi, Kepulauan Halmahera, dan Kepulauan Maluku.

Begitu pula dengan potensi kegempaan. Gempa dengan kekuatan signifikan terjadi di sejumlah daerah. Yang terbaru gempa dengan magnitudo 5,9 yang mengguncang Majene, Sulawesi Barat, pada Kamis (14/01/2021) pukul 13.35.49 WIB.

Kemudian gempa tektonik dengan kekuatan yang lebih besar M6,2 terjadi pada Jumat (15/01/2021) dinihari pukul 01.28 WIB yang lebih mengguncang dan merusak.

Gempa Berulang

Menurut Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Bambang Setiyo Prayitno, episenter Gempa Majene 14-15 Januari 2021 sangat berdekatan dengan sumber gempa yang memicu tsunami pada 23 Februari 1969 dengan kekuatan 6,9 pada kedalaman 13 km.

Hal senada diungkapkan Koordinator Bidang Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono bahwa gempa yang terjadi di Majene merupakan perulangan gempa pada 1969 karena dibangkitkan oleh sumber yang sama yaitu Sesar Naik Mamuju (Mamuju thrust). Namun saat itu pusat gempa berada di laut sehingga menimbulkan tsunami.

“Sesar Naik Mamuju ini sangat aktif. Dari sebaran gempa utama dan susulan yang terjadi sejak 14-15 Januari, ada tiga yang bisa kita kenali sumbernya dan memiliki kesamaan dengan gempa masa lalu,” tambah Daryono. (bpro)




Tinggalkan Balasan