Seminggu PPKM di Kabupaten Tangerang, Kasus Positif Covid-19 Menurun

bantenpro.id

bantenpro.id, Tangerang – Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Jawa-Bali diperpanjang sampai 8 Februari 2020. Selama pemberlakuan PPKM, terjadi penurunan kasus positif Covid-19 dalam skala harian di Kabupaten Tangerang.

“Selama satu minggu PPKM berlangsung sudah ada penurunan kasus positif dari 80 per hari menjadi 50 kasus per hari,” kata Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar dikutip bantenpro.id dari Kompas, Sabtu (23/01/2021).

Ia sangat mengharapkan kasus terus menurun dalam tiga pekan ke depan. Jika tidak, fasilitas kesehatan di kabupaten tersebut akan kewalahan menangani para pasien positif. Sebagai gambaran, keterisian kamar perawatan di rumah sakit sudah melebihi 80 persen.

“Rumah-rumah singgah yang kami sediakan juga sudah penuh. Tidak bisa menampung pasien baru,” ungkap Zaki.

Dari segi unit perawatan intensif (ICU) sudah terokupasi di atas 95 persen. Apabila tidak ada penurunan kasus, bisa-bisa sistem kesehatan di Kabupaten Tangerang ambr

Menurut dia, pemerintah kabupaten sudah menambah 800 unit tempat tidur. Rencananya sampai akhir Februari mereka bisa mencapai target 1.000 tempat tidur baru. Akan tetapi, ini bukan jalan keluar dari pandemi karena kuncinya ada di hulu, yakni ketaatan masyarakat terhadap protokol kesehatan.

Zaki mengutarakan mayoritas kasus di Kabupaten Tangerang adalah kluster keluarga. Asalnya dari kluster kantor karena banyak warga yang menjadi pelaju guna bekerja di Jakarta. Pada peringkat kedua adalah kluster pabrik. Kasus per kluster bisa mencapai di atas 20 orang. Akan tetapi, pabrik lebih mudah dikendalikan karena aturan formal bisa masuk dan mengikat di tempat kerja.

“PPKM sangat mengurangi jumlah pelaju ke Jakarta. Pabrik-pabrik yang buka pun hanya di sektor esensial, sisanya merumahkan pekerjanya. Ini penyumbang penurunan kasus harian,” tuturnya.

Melansir Kompas, Epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan, keampuhan PPKM hanya bisa terjadi bila ada penghentian semua pergerakan masyarakat kecuali di sektor esensial. Artinya, seluruh pekerjaan di luar sektor esensial dilakukan dari rumah.

Bagi sektor esensial, termasuk pasar tradisional pun jika memungkinkan dibatasi dengan menerapkan kuota bergiliran dan protokol kesehatan ketat. Sistem ini seperti fase awal pembatasan sosial berskala besar (PSBB) Maret-Mei 2020.

“Berkaca pada tahun lalu kita mengetahui libur-libur panjang serta cuti bersama menjadi penyumbang kasus karena mengakibatkan pergerakan jutaan orang. Melalui PPKM, kalaupun ada libur dan tanggal merah tetap jangan perbolehkan pergerakan masyarakat secara masif,” ujarnya.

Ia juga mengkritisi komitmen pemerintah daerah menyediakan sistem pengetesan dan pelacakan pasien positif. Angka yang tercatat oleh pemerintah sejatinya adalah fenomena gunung es. Patut diperhatikan faktor banyak orang tidak mau melaporkan diri apabila sakit atau memiliki anggota keluarga yang sakit karena takut stigma. Ada pula takut tidak bisa memakamkan dan melaksanakan doa bersama jika anggota keluarganya meninggal dengan diagnosa Covid-19.

“Jumlah warga yang meninggal walaupun tidak dimakamkan dengan protokol Covid-19 harus menjadi pertimbangan dalam pendataan kasus positif. Ada orang yang baru tiba di unit gawat darurat dan belum sempat dites sudah meninggal. Ada yang hasil tes belum keluar sudah meninggal dan ada yang meninggal di rumah,” papar Pandu.

Konsep kekebalan massal (herd immunity), lanjut Pandu, sama sekali tidak boleh menjadi pertimbangan opsi oleh pemerintah. Konsep ini tidak berbasis ilmiah dan tidak pernah ada bukti historis keberhasilannya. Swedia yang di tahun lalu menyatakan ingin menerapkan konsep kekebalan massal, kini kembali ke sistem karantina akibat gagal menangani pandemi. (bpro)

 

Sumber: Kompas.id




Tinggalkan Balasan