bantenpro.id, Tangerang – Raungan sirine memecah padatnya lalu lintas Kota Tangerang menjelang malam, Minggu 24 Januari 2021 lalu. Tujuh truk besar berwarna merah nan sangar itu melaju kencang beriringan. Mereka menuju sebuah gudang yang dijadikan lapak penyulingan thinner di Jalan Bayur Masjid Pintu Seribu, Kecamatan Periuk, Kota Tangerang.
Di sana, api sudah berkobar hebat menjilat hampir seluruh area lapak penyulingan thinner. Saat branwir datang, para personel pemadam kebakaran (damkar) turun. Jumlahnya sekitar 30 orang. Mereka menggotong selang besar dan membawanya mendekat menuju kobaran api. ‘Perang’ pun dimulai.
Petugas damkar berjibaku memadamkan api. Menyemprotkan air dengan sangat dekat. Hawa panas menghadang tak membuat nyali mereka menciut, meski cucuran keringat deras membasahi. Bagi mereka, pantang pulang sebelum api padam. Layaknya di medan perang sungguhan, nyawa juga jadi taruhannya.
“Luas area yang terbakar sekitar 500 meter persegi. Dugaan sementara penyebabnya dari korsleting listrik, tidak ada korban jiwa,” kata Kamaludin Azizi, seorang perwira damkar Kota Tangerang kepada bantenpro.id, Minggu (24/01/2021).
Itu adalah sebagian gambaran saat petugas damkar berjibaku melawan kobaran api. Puluhan petugas damkar yang diterjunkan kala itu berasal dari Markas Komando Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Tangerang dan Kantor Unit Pelaksana Teknis (UPT) Damkar Periuk.
Hampir seluruh personel damkar yang didatangkan untuk tugas dengan risiko sangat besar ini adalah para pegawai honorer dengan gaji yang mungkin tidak cukup untuk satu bulan. Tak heran, persoalan kesejahteraan honorer damkar selalu mencuat hampir setiap tahunnya.
Pemadam kebakaran di Indonesia berdiri pada 1 Maret 1919. Hari ini, Korps Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan genap berusia 102 tahun. Lagi-lagi, isu kesejahteraan honorer damkar kembali mencuat. Isu ini disampaikan dalam rapat koordinasi damkar se-Provinsi Banten yang digelar di Pendopo Gubernur Banten, Kota Serang, Senin (01/03/2021).
“Secara nasional muncul pernyataan damkar harus menjadi dinas yang mandiri. Tapi yang harus kita pikirkan adalah kita butuh kesejahteraan anggota damkar yang di lapangan. Apa selamanya mereka akan menjadi THL (Tenaga Harian Lepas) atau honorer?” kata Kepala UPT Damkar Periuk Syahrial dalam rakor yang dihadiri para kepala damkar kota dan kabupaten di Banten.
Menurut Syahrial, eksistensi damkar di Provinsi Banten dapat melambung dan lebih terasa jika lebih dulu diangkat harkat dan martabat para honorer damkar. Dia kemudian meminta Damkar Provinsi Banten menyampaikan aspirasi peningkatan kesejahteraan honorer damkar ini ke Pemerintah Pusat.
“Cobalah damkar provinsi sampaikan ke pemerintah pusat, jangan hanya statemen damkar menjadi dinas yang mandiri. Sehebat apapun damkar, kalau kesejahteraan anggotanya tidak diperhatikan, tidak ada artinya. Paling tidak, perjuangkan para honorer ini menjadi PNS,” katanya.
Di bagian lain, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Tangerang Kosrudin mengamini kesejahteraan petugas damkar masih banyak dikeluhkan.
Seperti diwartakan Poskota Senin (01/03/2021), honorer damkar di Kabupaten Tangerang banyak yang menerima gaji jauh di bawah upah minimum.
Kosrudin mencontohkan, dari 10 orang pemadam kebakaran saat memadamkan api, hanya dua orang yang berstatus pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Selebihnya pegawai honorer. Mereka saat ini memiliki gaji dibawah Rp3 juta per bulan,” tuturnya.
Kondisi itu tentu membuat mengelus dada. Sebab pekerjaan petugas damkar bertaruh dengan nyawa karena menangani segala peristiwa bencana.
“Petugas damkar tidak akan pulang ketika orang lain lari menjauh, malah mereka mesti mendekat. Tidak hanya kebakaran, bencana banjir, longsor, pohon tumbang dan lainnya dikerjakan,” ungkapnya.
Bahkan, dikatakannya, evakuasi ular dan sarang tawon juga menjadi bagian pekerjaan petugas damkar untuk menangani.
“Artinya datang di tempat musibah, bencana dan kedaruratan, semuanya demi menyelamatkan,” katanya.
Karena itu, Kosrudin menyebut, persoalan kesejahteraan petugas pemadam bisa menjadi bagian harapan untuk ditindaklanjuti ke depannya.
“Kesejahteraan bukan hanya soal uang, tapi juga termasuk fasilitas yang perlu memenuhi standar bagi pemadam kebakaran,” ujarnya.
Namun Kosrudin sependapat dan setuju damkar bisa mandiri dengan menjadi dinas tersendiri. “Ketika berada di rumah orang tua dibandingkan dengan di rumah sendiri, membangun keluarga itu akan berbeda. Jadi ada hambatan-hambatan teknis ketika menyatu dengan lembaga lain,” tutur Kosrudin. (bpro)
Tinggalkan Balasan