bantenpro.id, Jakarta – Seluruh kota dan kabupaten di Provinsi Banten dinilai belum mampu mengurangi produksi sampah dan menangani sampah di wilayahnya dengan baik. Ini ditandai dengan gagal diraihnya penghargaan pengelolaan sampah dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) akhir Februari 2021 lalu.
Pemerintah kota dan kabupaten –termasuk Pemerintah Provinsi Banten- pun gagal mendapatkan Dana Insentif Daerah (DID) akibat tak didapatnya penghargaan tersebut.
Sementara daerah yang berhasil memboyong penghargaan pengelolaan sampah di peringatan HPSN 2021 ini ada sebanyak 13 kota/kabupaten dan 1 provinsi. Antara lain Provinsi Bali, Kota Balikpapan, Kota Banjarmasin, Kota Surabaya, Kabupaten Badung, Kota Jayapura, Kota Bandung, Kota Banjar Baru, Kota Jambi, Kota Bogor, Kota Bontang, Kota Depok, Kota Malang dan Kota Denpasar.
Selain pemerintah daerah, penghargaan juga diberikan kepada tokoh peduli sampah berupa Lifetime Achievement Award, yaitu kepada Enri Damanhuri sebagai tokoh pengelolaan sampah nasional mewakili akademisi, Bambang Suwerda mewakili praktisi, dan Titiek Puspa mewakili seniman pencipta lagu ‘Sampah Sayang’.
Dalam siaran pers Menteri KLHK Siti Nurbaya yang dikutip bantenpro.id dari laman sitinurbaya.com Minggu (07/03/2021), penghargaan dan peringatan HPSN sebagai momentum penting untuk memperkuat posisi sektor pengelolaan sampah sebagai pendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia.
Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar mengatakan, hal ini merupakan perwujudan dari salah satu prinsip pengelolaan sampah berkelanjutan, yaitu waste to resource melalui pelaksanaan ekonomi sirkular (circular economy) dan sampah menjadi sumber energi alternatif.
“Prinsip dan langkah-langkah itu merupakan perwujudan dan praktik terbaik dalam menjadikan sampah sebagai bahan baku ekonomi,” ujar Menteri Siti di Jakarta.
Dia menuturkan, pendekatan ekonomi linier dalam pengelolaan sampah dengan ciri khas make, consume, dan dispose juga harus digantikan ke ekonomi sirkular. Pendekatan baru itu berpegang pada prinsip regenerate natural system, design out of waste, dan keep product and material in use melalui strategi elimination, reuse, dan material circulation dengan menjalankan phase out barang dan kemasan barang sekali pakai, redesign barang dan kemasan agar tahan lama (durable).
Kemudian, dapat dikembalikan untuk diguna ulang (returnable and reusable), dapat didaur ulang (recyclable), mudah diperbaiki (repairable), dapat diisi ulang (refillable), dapat dicas ulang (rechargeable), dan dapat dikomposkan (compostable).
“Pendekatan baru dimaksud tepat menggantikan pendekatan end of pipe atau dengan melakukan kombinasi kerja dengan pendekatan end of pipe yang selama ini dijalankan,” ujar Menteri Siti.
Perwujudan sampah sebagai bahan baku ekonomi dapat pula melalui pendekatan sampah sebagai sumber energi alternatif (recovery energy of waste).
Salah satunya dengan implementasi sampah menjadi bahan bakar (refuse derived fuel, RDF), sampah menjadi energi listrik (waste to electricity), atau sampah menjadi energi panas (waste to heat).
“Ini menjadi persoalan yang sangat serius dengan multidimensi forward and backward linkage yang ada, sehingga pelibatan seluruh komponen masyarakat menjadi penting dan resonansi kepedulian persoalan sampah secara terus menerus sungguh diperlukan,” tambahnya.
Dengan jumlah timbulan sampah nasional yang ada saat ini masih sangat besar, mencapai 67,8 juta ton pada 2020 dan masih akan terus bertambah. Artinya perlu langkah pengelolaan persampahan yang lebih baik, yang direfleksikan dalam langkah-langkah berupa, komunikasi, informasi, dan penyadar-tahuan atau edukasi (KIE).
Beberapa kebijakan dan peraturan bahkan bersifat progresif dan cukup berani telah dilahirkan, seperti penetapan target pengurangan dan penanganan sampah yang terhitung ambisius, yaitu 30 persen pengurangan sampah dan 70 persen penanganan sampah. Termasuk juga phase-out dan pelarangan beberapa jenis plastik sekali pakai seperti kantong belanja plastik, sedotan plastik, dan wadah styrofoam. Tercatat sampai saat ini, terdapat 2 provinsi dan 39 kabupaten atau kota yang telah mengeluarkan kebijakan daerah terkait pelarangan dan pembatasan plastik sekali pakai.
Atas langkah progresif daerah-daerah ini, Menteri Siti menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi. Kontribusi pemerintah pusat pun disebut Menteri Siti tidak kalah banyak, di antaranya berupa bantuan sarana dan prasarana, asistensi penyusunan peraturan, pelatihan, pilot proyek, subsidi, dan insentif lainnya.
Dari sisi subsidi, pemerintah pusat telah mengeluarkan 3 skema subsidi yang berbeda, yaitu Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Insentif Daerah (DID), dan Bantuan Biaya Layanan Pengolahan Sampah (BLPS). Kemudian untuk sarana dan prasarana pengelolaan sampah, pemerintah pusat sudah membantu penyediaan Tempat Pengolahan Sampah Berbasis 3R (TPS3R), Pusat Daur Ulang (PDU), Bank Sampah Induk, kendaraan pengumpul dan pengangkut sampah, fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF), fasilitasi pembangunan pengolahan sampah tenaga termal serta tempat pemrosesan akhir (TPA) tingkat lokal dan regional.
“Kami berharap bantuan pemerintah pusat dalam bentuk sarana dan prasarana, subsidi, dan insentif lainnya dapat menjadi pemicu percepatan peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah, yang sampai hari ini secara rerata nasional masih di bawah 50 persen dari target 100 persen pada 2025,” kata Siti. (bpro)
Sumber: sitinurbaya.com
Tinggalkan Balasan