bantenpro.id – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Tangerang mengungkap temuan terkait pelanggaran Pemilihan Umum (Pemilu). Seorang calon anggota legislatif diduga melakukan praktik politik uang.
Ketua Bawaslu Kota Tangerang Komarullah menyatakan, pihaknya menduga adanya praktik politik uang berupa pembagian uang tunai dan bahan pangan oleh caleg. Temuan ini terjadi di Dapil 1 Kota Tangerang, yang meliputi Kecamatan Tangerang dan Karawaci, serta Dapil 2 Kota Tangerang, yang meliputi Kecamatan Batuceper, Benda, dan Neglasari.
“Pembagian sembako dilakukan oleh caleg DPRD Kota Tangerang di Dapil 1, sedangkan pembagian amplop dengan uang tunai terjadi di Dapil 2 oleh caleg DPR RI,” ujar Komarullah kepada bantenpro.id, Senin (12/02/2024).
Indikasi awal menunjukkan bahwa bahan pangan yang dibagikan berupa minyak dengan stiker bergambar caleg. Selain itu, terdapat amplop gambar caleg berisi uang tunai sebesar Rp50 ribu. Namun, Komarullah belum mau mengungkapkan nama dan partai caleg yang terlibat.
Ketua Pengawas Kecamatan Batu Ceper Hayun membenarkan adanya pendistribusian amplop berisi uang sebesar Rp50 ribu di wilayah kerjanya. Informasi ini diperoleh dari seorang warga, yang menyebut bahwa amplop tersebut berasal dari caleg DPR RI.
“Pendistribusian amplop ini dilakukan di Kelurahan Kebon Besar pada 6 Februari 2024,” ungkap Hayun.
Hayun mengatakan amplop tersebut bertuliskan nama seseorang yaitu Nurbaiti yang mengatasnamakan Relawan Palapa. Di amplop tersebut juga ada tulisan yang menunjukkan amplop tersebut ditujukkan untuk penerima survei.
Hayun menduga bahwa Nurbaiti merupakan salah satu Ketua Tim Sukses Caleg DPR RI. Pihaknya berencana mengirim surat kepada Nurbaiti setelah pendistribusian logistik Pemilu selesai.
Bawaslu Kota Tangerang menunggu hasil penelusuran tingkat kecamatan. Ketua Bawaslu Komarullah menyatakan hasilnya akan dibahas dalam rapat pleno. Jika dua caleg tersebut terbukti bersalah, mereka dapat dihukum sesuai Pasal 523 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, dengan ancaman hukuman penjara selama 4 tahun dan denda Rp48 juta.
“Jika terbukti, itu sudah ranah pidana,” tegas Komarullah. (mst)