bantenpro.id – Jumlah pegawai yang mencapai lebih dari 7.000 orang menyedot porsi cukup besar anggaran belanja pegawai pada APBD Kota Tangerang. Nilainya sebesar 43,75% dari total belanja daerah. DPRD setempat meminta Pemerintah Kota Tangerang menaikkan pendapatan daerah.
Data terakhir yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan jumlah pegawai Pemerintah Kota Tangerang mencapai 7.764 orang. Itu baru pegawai berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS)-nya saja. Tidak termasuk pegawai dengan status non-PNS. Angka tersebut juga merupakan statistik tahun 2020.
Dengan jumlah tersebut, belanja pegawai pada 2020 mencapai Rp1,375 triliun. Kemudian tahun 2021 naik menjadi Rp1,410 triliun. Tahun 2022 naik lagi mencapai Rp1,429 triliun atau 43,75% dari total realisasi belanja daerah sebesar Rp3,270 triliun. Persentase ini melebihi ambang batas maksimal yang diatur undang-undang yaitu 30% dari total APBD.
Wakil Ketua DPRD Kota Tangerang Turidi Susanto mengatakan, pemerintah daerah harus mulai menyesuaikan dengan batasan maksimal belanja pegawai sesuai dengan Undang-undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD).
Karenanya, politikus Partai Gerindra itu meminta eksekutif Kota Tangerang dapat menaikkan pendapatan daerah.
“Tidak jadi masalah belanja pegawai itu besar, tapi pendapatannya juga harus dinaikkan, sehingga menjadi sinkron dan persentasenya akan berkurang,” kata Turidi kepada bantenpro.id, Selasa (07/02/2023).
Untuk mendapatkan pendapatan besar, Turidi meminta eksekutif daerah bisa memaksimalkan potensi pendapatan. Apalagi pada tahun 2023 ini anggaran belanja daerah diproyeksikan mencapai Rp5,1 triliun.
“Kita berharap pendapatan kita besar, APBD kita besar. Kalau seperti ini kan enggak sinkron karena pendapatannya kecil, belanjanya besar, jadi besar pasak daripada tiang,” jelas Turidi.
Sebelumnya, Wali Kota Tangerang Arief Wismansyah mengatakan pihaknya belum bisa menyesuaikan realisasi belanja pegawai dengan aturan UU HKPD. Terkait hal itu, Pemkot Tangerang tengah menunggu arahan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).
“Kita masih menunggu kebijakan Pemerintah Pusat karena masih dikaji. Makanya untuk mengefisiensikan, ada wacana PPPK, ada yang statusnya terikat dan tidak terikat. Konsepnya semacam freelancer,” kata Arief, Senin (06/02/2023). (mst)