bantenpro.id – Sidang perdana kasus penelantaran jemaah umrah oleh PT Naila Syafaah Wisata Mandiri digelar di Pengadilan Negeri Tangerang, Senin (31/07/2023). Tiga terdakwa, pasangan suami istri Mahfudz Abdullah (52) dan Haliza Amin (48) serta Direktur Hermansyah (59), duduk sebagai terdakwa.
Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Masduki. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kota Tangerang mendakwa mereka dengan beberapa pasal dalam undang-undang terkait penyelenggaraan ibadah haji dan cipta kerja.
Ketiga terdakwa dihadapkan dengan dakwaan berdasarkan Pasal 126 dan 124 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji juncto Pasal 119 Nomor 11 Tahun 2020 tentang Ciptakerja, serta Pasal 55 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Sidang perdana ini menjadi kesempatan bagi JPU dari Kejaksaan Negeri Kota Tangerang untuk membacakan surat dakwaan.
“Demikian surat dakwaan ini kami bacakan yang mulia,” ujar JPU Ari Doddy Wijaya.
Namun yang menarik adalah ketika persidangan berlanjut dengan agenda pemeriksaan saksi yang dihadirkan oleh JPU. Dua saksi, Pani Tanjung dan Ahmad Kurtubi, mantan karyawan PT Naila Syafaah, memberikan kesaksian yang mengungkap dugaan pidana baru.
Ahmad Kurtubi, yang sebelumnya bekerja di bagian marketing PT Naila Syafaah, menyampaikan kesaksiannya tentang penelantaran 16 jemaah umrah oleh perusahaan tersebut. Ia menceritakan kronologis penyelenggaraan umrah yang dimulai dari keterlambatan pembayaran visa oleh PT Naila Syafaah kepada provider. Padahal, seluruh jemaah telah melunasi pembayaran sebelum jadwal keberangkatan.
Keberangkatan 16 jemaah yang seharusnya dilaksanakan pada tanggal 18 September 2022 akhirnya ditunda hingga tanggal 29 September 2022 karena visa tak kunjung turun.
“Visa tidak turun. Itu sih saya taunya masalah pembayaran,” ujar Kurtubi saat bersaksi di persidangan.
Hal yang lebih mengejutkan, pada tanggal 29 September 2022, jemaah diberangkatkan tanpa visa karena Mahfudz memerintahkan Kurtubi untuk memalsukan dokumen berupa ID card jemaah dengan bantuan pegawai lain bernama Teddy. Mereka memanipulasi ID card dengan mengedit, mengganti foto, dan nama jemaah yang tidak mendapatkan visa.
Saksi kedua, Fani Tanjung, juga bekerja di bagian marketing dan ticketing PT Naila Syafaah. Ia bersaksi bahwa 16 ID card jemaah telah dimanipulasi akibat kegagalan berangkat pada tanggal 18 September 2022. Pihak perusahaan sebelumnya telah memiliki tiket pergi-pulang untuk para jemaah tersebut, tetapi karena visa tak kunjung turun, tiket tersebut hangus.
Terdakwa tidak mengajukan keberatan atas dakwaan yang dibacakan oleh jaksa. Usai sidang, penasihat hukum terdakwa Mahfudz Abdullah dan Haliza Amin, Ainul Ghurri menjelaskan alasan pihaknya tidak mengajukan keberatan.
“Kita tidak mengajukan keberatan karena dakwaan tersebut sudah lengkap,” jelasnya.
Selanjutnya, kata Ainul, pihaknya akan meneliti keterangan saksi-saksi selanjutnya. Total akan ada 46 orang saksi dalam persidangan kasus ini.
“Nanti ada saksi-saksi lagi, mungkin ada fakta fakta baru, kita lihat saja,” jelasnya. (mst)